Selamat Datang di Blog Saya

Halo pembaca semua, saya harap Anda menikmati apa yang saya ketik. Mudah-mudahan informasi tersebut berguna dan bermanfaat bagi Anda pembaca semuanya.

Salam Kenal ☜☠☞

Sabtu, 04 November 2017

Kematian dalam Suku Jawa Barat / Sunda

Kematian Dalam Suku Jawa Barat / Sunda
     Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi. Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik di akhirat. Sebelum mayat dibawa ke pekuburan, ada ritual spesifik nan dilakukan oleh seluruh anggota keluarga dari si mayat. Ritual nan biasa dilakukan ialah brobosan , yaitu melintas di bawah mayat nan sudah ditandu dengan cara berjongkok.
     Ritual adat istiadat pun belum selesai hingga di situ. Ritual nan menyertai kematian ini juga disebut dengan istilah slametan. Slametan ini dilakukan selama tujuh hari berturut-turut dan dilakukan di malam hari. Pada setiap malam dibuat aneka jenis makanan nan nantinya dibagi kepada orang-oarng nan datang. Bentuk acaranya dikenal dengan istilah tahlilan, karena di loka itu ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan juga bacaan tahlil. Ritual ini juga memiliki tujuan buat mendoakan si mayat nan telah meninggal.
     Slametan ini tak hanya dilakukan sampai tujuh hari ini saja tapi masih banyak slametan nan menyertai kematian dari seorang suku jawa. Ada slametan empat puluh hari nan dilakukan empat puluh hari setelah hari kematian. Dan juga slametan seratus hari yaitu nan dilakukan seratus hari setelah kematian. Setiap tahun pun juga masih dilakukan buat mengenang orang nan telah meninggal. Setahun pertama setelah meninggal, biasanya, pihak keluarga nan ditinggalkan akan mengadakan selamatan pendak siji, tahun kedua disebut dengan pendak loro, hingga pendak telu atau selamatan nan dilakukan di tahun ketiga.
     Semua slametan dilakukan oleh pihak keluarga dengan membuat aneka jenis makanan nan nantinya dibagikan kepada tetangga terdekat atau saudara-saudar dari orang nan telah meninggal tersebut. Hanya saja dalam melakukan aneka slametan ini membutuhkan biaya nan tak sedikit. Mungkin bagi sebagian orang nan memiliki harta nan berlebih, melakukan aneka slametan ini bukanlah menjadi sebuah masalah.
     Justru slametan dilaksanakan dengan sangat meriah, sama halnya dengan acara pernikahan. Dibuat aneka jenis makanan dalam jumlah nan banyak buat bisa dinikmati oleh banyak orang pula. Namun bagi sebagian orang nan tidak memiliki banyak harta, kadang buat melakukan aneka slametan ini bukanlah hal nan mudah dan murah buat dilakukan.
     Namun sebab mereka memahami bahwa ini ialah keharusan nan memang harus dilakukan bagaimana pun keadaan ekonomi dari keluarga nan ditinggalkan, maka ada sebagian dari keluarga nan justru berhutang buat bisa melaksanakan acara slametan ini.


Adat Upacara Kematian Suku Jawa Barat

A. Kematian Mendhak
     Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.
     Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian.
     Menurut kepercayaan Jawa, setelah satu tahun kematian, arwah dari saudara yang diperingati kematiannya tersebut telah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Menurut kepercayaan juga, untuk memasuki dunia abadi tersebut, arwah harus melalui jalan yang sangat panjang; oleh karena itu penting sekali diadakannya beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.



B. Kematian surtanah
Tradisi kematian dalam adat Jawa salah sataunya adalah Upacara Surtanah yang bertujuan agar arwah atau roh orang mati mendapat tempat yang layak di sisi Sang Maujud Agung.
Perlengkapan upacara: – Golongan bangsawan: tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem (tidak pedas), pecel dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang dengan kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukur-ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja.
    -Golongan rakyat biasa: tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi. Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama.


C. Upacara Nyewu Dina
     Inti dari upacara ini memohon pengampunan kepada Tuhan. Perlengkapan upacara: – Golongan bangsawan: takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, dara/merpati, bebek/itik, dan pelepasan burung merpati. – Golongan rakyat biasa: nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak, apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan. Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan relasi.


D. Upacara Brobosan
     Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.

Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut: 1) peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai, 2) anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali dan searah jarum jam, 3) urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah yang baik
Tidak ada unsur SARA, Pornografi, Ejekan,dsb
Salam Blogger...!!