Tradisi “Pesta”
dalam Upacara Kematian Suku Batak Toba ( Mate Saur Matua )
Ketika
seseorang masyarakat Batak mati saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat
sesegera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas
persiapan pengadaan upacara saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari
unsur-unsur dalihan natolu. Dalihan natolu adalah sistem hubungan sosial
masyarakat Batak, terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yaitu : pihak
hula-hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu
(kelompok orang-orang yaitu : teman atau saudara semarga), dan pihak boru
(kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara
perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah).
Martonggo raja
dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka, pada sore hari
sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai
pendengar dalam rapat (biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan upacara). Rapat membahas penentuan waktu
pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan, dan
keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing-masing. Keperluan teknis
menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan
alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang
menghadiri upacara, dsb.
Pelaksanaan
upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Idealnya diadakan ketika
seluruh putra-putri orang yang mati saur matua dan pihak hula-hula (saudara
laki-laki dari pihak isteri) telah hadir. Namun karena telah banyak masyarakat
Batak merantau, sering terpaksa berhari-hari menunda pelaksanaan upacara
(sebelum dikuburkan), demi menunggu kedatangan anak-anaknya yang telah
berdomisili jauh.
Hal seperti
itu dalam martonggo raja dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan kapan
pelaksanaan puncak upacara saur matua sebelum dikuburkan. Sambil menunggu
kedatangan semua anggota keluarga, dapat dibarengi dengan acara non adat yaitu
menerima kedatangan para pelayat (seperti masyarakat non-Batak).
Pada hari yang
sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan
terbuka yang cukup luas (idealnya di halaman rumah duka).
Jenazah yang
telah dimasukkan ke dalam peti mati diletakkan di tengah-tengah seluruh anak
dan cucu, dengan posisi peti bagian kaki mengarah ke pintu keluar rumah. Di
sebelah kanan peti jenazah adalah anak-anak lelaki dengan para istri dan
anaknya masing-masing, dan di sebelah kiri adalah anak-anak perempuan dengan
para suami dan anaknya masing-masing.
Di sinilah
dimulai rangkaian upacara saur matua. Ketika seluruh pelayat dari kalangan
masyarakat adat telah datang (idealnya sebelum jamuan makan siang). Jamuan
makan merupakan kesempatan pihak penyelenggara upacara menyediakan hidangan
kepada para pelayat berupa nasi dengan lauk berupa hewan kurban yang sebelumnya
telah dipersiapkan oleh para parhobas (orang-orang yang ditugaskan memasak
segala makanan selama pesta).
Setelah jamuan makan, dilakukan ritual
pembagian jambar (hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama). Jambar
terdiri dari empat jenis berupa : juhut (daging), hepeng (uang), tor-tor
(tari), dan hata (berbicara) (Marbun&Hutapea,1987:66–67). Masing-masing
pihak dari dalihan natolu mendapatkan hak dari jambar sesuai ketentuan adat.
Pembagian jambar hepeng tidak wajib, karena pembagian jambar juhut dianggap
menggantikan jambar hepeng. Namun bagi keluarga status sosial terpandang,
jambar hepeng biasanya ada.
Selepas
ritus pembagian jambar juhut, dilanjutkan ritual pelaksanaan jambar hata berupa
kesempatan masing-masing pihak memberikan kata penghiburan kepada anak-anak
orang yang meninggal saur matua (pihak hasuhuton). Urutan kata dimulai dari
hula-hula, dilanjutkan dengan dongan sahuta, kemudian boru / bere, dan terakhir
dongan sabutuha. Setiap pergantian kata penghiburan, diselingi ritual jambar
tor-tor, yaitu ritus manortor (menarikan tarian tor-tor).
Tor-tor adalah tarian tradisional khas
Batak. Tarian tor-tor biasanya diiringi musik dari gondang sabangunan (alat
musik tradisional khas Batak). Gondang sabangunan adalah orkes musik tradisional
Batak, terdiri dari seperangkat instrumen yakni : 4 ogung, 1 hesek , 5
taganing, 1 odap, 1 gondang, 1 sarune.
Setelah jambar tor-tor dari semua pelayat
selesai, selanjutnya adalah kata-kata ungkapan sebagai balasan pihak hasuhuton
kepada masing-masing pihak yang memberikan jambar hata dan jambar tor-tor tadi.
Selanjutnya, salah seorang suhut
mengucapkan jambar hata balasan (mangampu) sekaligus mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya upacara. Setiap peralihan
mangampu dari satu pihak ke pihak lain, diselingi ritus manortor. Manortor
dilakukan dengan sambil menghampiri dari tiap pihak yang telah menghadiri
upacara tersebut, sebagai tanda penghormatan sekaligus meminta doa restu.
Setelah semua ritus tersebut selesai
dilaksanakan, upacara adat diakhiri dengan menyerahkan ritual terakhir (acara
penguburan berupa ibadah singkat). Ibadah bisa dilakukan di tempat itu juga,
atau ketika jenazah sampai di lokasi perkuburan. Hal ini menyesuaikan kondisi, namun
prinsipnya sama saja. Maka sebelum peti dimasukkan ke dalam lobang tanah (yang
sudah digali sebelumnya), ibadah singkat dilaksanakan (berdoa), barulah jenazah
yang sudah di dalam peti yang tertutup dikuburkan.
Sepulang dari pekuburan, dilakukan ritual
adat ungkap hombung. Adat ungkap hombung adalah ritus memberikan sebagian harta
yang ditinggalkan si mendiang (berbagi harta warisan) untuk diberikan kepada
pihak hula-hula. Namun mengenai adat ungkap hombung ini, telah memiliki variasi
pengertian pada masa kini. Idealnya tanpa diingatkan oleh pihak hula-hula,
ungkap hombung dapat dibicarakan atau beberapa hari sesudahnya. Apapun yang
akan diberikan untuk ungkap hombung, keluarga yang kematian orang tua yang
tergolong saur matua hendaklah membawa rasa senang pada pihak hula-hula.
Ini adalah bagian dari ritual kematian
adat Batak, khususnya Batak Toba. Memang unik. Kematian yang seharusnya dengan
air mata akan penuh dengan canda tawa dan riuhnya pesta pakai musik, layaknya
pesta pernikahan, hanya jika mendiang meninggal dalam status SAUR MATUA tadi. Ya, ini memang
adatnya, kita tidak mungkin menolak
ataupun menentangnya. Tetapi banggalah memiliki budaya seperti ini, penuh ciri
khas yang tidak ada di negara lain di
dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik
Tidak ada unsur SARA, Pornografi, Ejekan,dsb
Salam Blogger...!!