Kelahiran
Dalam Suku Batak Toba
A. Mangirdak
Dalam
suku batak apabila seorang putra batak menikah dengan dengan seorang perempuan
baik dari suku yang sama maupun yang beda, ada beberapa aturan atau kebiasaan
yang harus dilaksanakan. Sebagai contoh, seorang putra batak yang bermarga
Pardede menikah maka sudah merupakan kebiasaan jika orangtua dari istri
disertai rombongan dari kaum kerabat datang menjenguk putrinya dengan membawa
makanan ala kadarnya ketika menjelang kelahiran, hal kunjungan ini disebut
dengan istilah Mangirdak (membangkitkan semangat). Makna spiritualitas yang
terkandung adalah kewibawaan dari seorang anak laki-laki dan menunjukkan
perhatian dari orangtua si perempuan dalam memberikan semangat.
B.
Pemberian Ulos Tondi
C.
Mengharoani
Sesudah
lahir anak-anak yang dinanti-nantikan itu, ada kalanya diadakan lagi makan
bersama ala kadarnya di rumah keluarga yang berbahagia itu yang dikenal dengan
istilah mengharoani (menyambut tibanya sang anak). Ada juga yang menyebutnya dengan istilah
mamboan aek si unte karena pihak hula-hula membawa makanan yang akan memperlancar
air susu sang ibu. Makna spiritualitas yang terkandung adalah yaitu menunjukkan
kedekatan dari hula-hula terhadap si anak yang baru lahir dan juga terhadap si
ibu maupun ayah dari si anak itu.
D.
Martutu Aek
Pada
hari ketujuh setelah bayi lahir, bayi tersebut dibawa ke pancur dan dimandikan
dan dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang dikenal dengan pesta
Martutu Aek yang dipimpin oleh pimpinan agama saat itu yaitu Ulu Punguan. Hal
ini telah ditentukan oleh sibaso tersebut dan dilakukan pada waktu pagi-pagi
waktu matahari terbit kemudian sang ibu menggendong anaknya yang pergi
bersama-sama dengan rombongan para kerabatnya menuju ke suatu mata air dekat
kampung mereka.
Setelah
sampai disana, bayi dibaringkan dalam keadaan telanjang dengan alaskan kain
ulos. Kemudian sibaso menceduk air lalu menuangkannya ke tubuh si anak, yang
terkejut karenanya dan menjerit tiba-tiba. Melalui ritus ini, keluarga
menyampaikan persembahan kepada dewa-dewa terutama dewi air Boru Saniang Naga
yang merupakan representasi kuasa Mulajadi Nabolon dan roh-roh leluhur untuk
menyucikan si bayi dan menjauhkannya dari kuasa-kuasa jahat sekaligus meminta
agar semakin banyak bayi yang dilahirkan (gabe).
Upacara
martutu aek biasanya dilanjutkan dengan membawa si bayi ke pekan (maronan,
mebang). Kita tahu pada zaman dahulu pekan atau
pasar (onan) terjadi satu kali seminggu. Onan adalah symbol pusat kehidupan dan
keramaian sekaligus symbol kedamaian. Orangtua si bayi akan membawa bayi ke
tempat itu dan sengaja membeli lepat (lapet) atau pisang di pasar dan
membagi-bagikan kepada orang yang dikenalnya sebagai tanda syukur dan
sukacitanya. Pada acara marhata sesudah makan, maka
diumumkan lah nama si bayi.
Bila anak yang lahir ini adalah anak
pertama maka sudah biasa bila ada pemberian sawah oleh orangtua serta mertua
untuk modal kerja . Namun pada saat pemberian nama pada waktu itu, peran dari
sibaso sangat besar karena keluarga meminta rekomendasi sibaso untuk sebuah
nama, jika sibaso tidak menyetujui nama yang dianggapnya tidak baik maka
orangtua dari si bayi pun akan mengganti nama itu.
Makna spiritualitas yang terkandung adalah
memberikan kekuatan kepada tubuh si anak yang lahir dimana dengan adanya
persembahan-persembahan kepada dewi air Boru saniang naga sehingga si anak
kelak mempunyai daya tahan tubuh yang kuat dan tidak mudah terserang penyakit.
E. Mengallang Esek-esek
Keluarga yang mendapat anak ini akan
mempunyai kebahagiaan yang luar biasa dimana untuk menunjukkan kebahgiaan itu,
pihak keluarga akan memotong ayam dan memasak nasi kemudian memanggil para
tetangga sekaligus kerabat walaupun tengah malam ataupun dini hari untuk
diundang makan atau syukuran (hal ini dibantu dengan tidakan demonstrative ayah
si anak dengan membelah kayu pada saat kelahiran dimana warga kampung akan
segera tahu dengan pertanda itu).
Kemudian ibu-ibu sekampung pun segera
berdatangan dengan anak-anak mereka, ini juga bagian dari Mangallang Haroan
atau mengharoani (menikmati makanan kedatangan). Kalau didaerah Silindung
disebut mangallang indahan esek-esek. Jamuan ini biasanya hanya bersifat apa
adanya, misalnya jika tidak ada ayam maka sayur labu siam dan ikan asin pun
jadi karena mangharoani ini sebagai ungkapan sukacita yang spontan dan tulus
dari suatu komunitas yang saling mengasihi atas kehidupan baru. Sementara itu
selama tiga malam, para bapak bergadang atau ”melek-lekkan” sambil berjudi. Ini
dilakukan bertjuan untuk menjaga si bayi dan ibunya dari kemungkinan ancaman
kepada si bayi dan ibunya karena setelah melahirkan tubuh si ibu dan si bayi
pastilah masih sangat rentan atau lemah.
Makna spiritualitas yang terkandung adalah
sebagai ungkapan sukacita terhadap warga yang sekampung dengan si anak yang
baru lahir itu sehingga warga kampung tahu ada kebahagiaan dalam suatu
keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik
Tidak ada unsur SARA, Pornografi, Ejekan,dsb
Salam Blogger...!!