Selamat Datang di Blog Saya

Halo pembaca semua, saya harap Anda menikmati apa yang saya ketik. Mudah-mudahan informasi tersebut berguna dan bermanfaat bagi Anda pembaca semuanya.

Salam Kenal ☜☠☞

Minggu, 29 Oktober 2017

Implikasi dan Dampak Digital Cinema

Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid yang harganya amat mahal. Pita seluloid 35 mm satu rollnya berharga empat juta dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Berarti untuk membuat sinema berdurasi 100 menit dibutuhkan dana sekitar 25 juta rupiah. Itu hanya untuk merekam gambar dan belum untuk mengedit dan memperbanyak gambar. Pada sinema seluloid, sinema harus melalui proses printing dan blow up yang bisa menghabiskan dana minimal 233 juta rupiah. Sedangkan biaya untuk membuat kopi sinema adalah 10 juta rupiah. Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh Indonesia, sebuah sinema minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya produser harus menyediakan dana 250 juta rupiah.

Gambaran umum tentang Digital Cinema

Dengan menggunakan teknologi digital, biaya pembuatan sinema menjadi amat murah. Sinema digital dapat dibuat dengan menggunakan kamera Betacam SP yang kasetnya berharga 110 ribu rupiah dengan kemampuan merekam hingga 30 menit. Sinema digital juga bisa dibuat dengan Digital Video atau Digital Beta yang lebih murah lagi. Dengan biaya 400 ribu rupiah, digital video mampu merekam gambar hingga 180 menit. Dibandingkan dengan sinema seluloid, pembuatan sinema dengan teknologi digital bisa menekan biaya hingga 500 juta rupiah. Karena sinema digital tidak perlu melalui proses printing atau blow up. Dengan menggunakan sinema digital, hanya diperlukan biaya untuk proses encoding sebesar 5 juta rupiah. Oleh karena itu, bagi para produser, sinema digital merupakan teknologi yang sangat murah. Teknologi ini dapat dijadikan alternatif untuk para pembuat film yang ingin berkarya dengan biaya seminim mungkin.

Penggunaan teknologi Digital Cinema didalam suatu perfilman mulai banyak digunakan seiring dengan berjalannya waktu karna digital cinema digunakan untuk membuat efek - efek pada sebuah film menjadi kenyataan begitupula dengan film film yang diluar nalar manusia ( seperti interaksi manusia dengan spesies lain, manusia dengan robot, dsb). Digital Cinema mempunyai berbagai jenis seperti 2D yang menggunakan layar datar dengan tampilan yang sederhana, kemudian seiring berjalannya waktu, muncul 3D dengan peningkatan kualitas dan adanya penggunaan kacamata 3D yang membuat isi film seolah - olah keluar dari layar.

Perkembangan animasi 3D pun memunculkan animasi 4D dengan penambahan fitur dan efek yang lebih nyata dan hanya ada pada bioskop - bioskop tertentu saja. Implikasi digital cinema di dalam masyarakat cukup memuaskan, antusias masyarakat yang ingin menyaksikan secara langsung film tersebut pun membuat beberapa promotor film berlomba lomba untuk membuat film dengan efek yang menarik.
Beberapa dampak yang diberikan oleh digital cinema diantaranya :

Dampak Positif dari Digital Cinema :
  • Digital Cinema cukup diterima dikalangan masyarakat dan menjadi populer karna masyarakat tertarik untuk melihat tayangan yang lain daripada biasanya.
  • Penggunaan digital cinema dalam suatu industri film dapat memangkas pembuatan biaya film sehingga menjadi lebih murah namun tetap mengutamakan kualiatas film tersebut.
  • Digital Cinema dapat diapliaksikan oleh siapa saja, sehingga orang awam pun dapat membuat animasi yang mereka inginkan dengan menggunakan software yang tersedia sehingga menambah ilmu pengetahuan.
  • Menciptakan banyak lapangan pekerjaan bagi mereka yang telah terbiasa menggunakan software digital cinema maupun ahli dalam merancang suatu design.

Dampak Negatif dari Digital Cinema:
  • Banyak anak kecil yang seharusnya tidak diperbolehkan untuk menonton film yang tidak sesuai dengan umur mereka karna pengetahuan yang masih minim.
  • Pemborosan yang dapat terjadi jika menonton film - film yang setiap bulan dirilis pada suatu bioskop.
  • Adanya pembajakan terhadap film yang seharusnya tidak diperbolehkan karna melanggar undang-undang hak cipta.

Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Sinema_digital
http://galabambu.blogspot.co.id/2016/11/implikasi-dan-dampak-digital-cinema-di.html

Sabtu, 28 Oktober 2017

Aplikasi Digital Cinema Berbasis Desktop : Light Wave 3D

Pembuatan digital cinema pada suatu film maupun animasi membutuhkan tenaga yang berpengalaman agar film maupun animasi yang dihasilkan menjadi menarik perhatian masyarakat. Selain tenaga berpengalaman, pembuatan digital cinema pun diperlukan sebuah program yang mendukung, salah satu program untuk membuat digital cinema berbasis desktop adalah LightWave 3D.

Logo Light Wave 3D

LightWave
 (LightWave 3D) adalah sebuah program grafik komputer untuk pemodelan 3D, rendering, dan animasi. Meskipun program ini berasal dari Commodore Amiga, dia telah diport untuk mendukung Mac OS X, Windows, dan mesin rendernya telah diport ke platformLinux. Lightwave telah sejak lama dikenal karena kemampuan rendering yang bagus dan interface yang tidak biasa (misalnya, icon tidak digunakan; dan fungsi diberikan judul deskriptif).
Seperti banyak paket 3D lainnya Lightwave juga terdiri dari dua bagian, lingkungan pemodelan objek di mana model 3d atau "meshes" diciptakan dan lingkungan animasi di mana model diatur dan dianimasikan untuk render. Tidak seperti kebanyakan paket lainnya dua bagian ini adalah sebuah program yang terpisah. Ada juga aplkasi render yang terpisah yang dapat dijalankan di banyak mesin. LightWave merupakan aplikasi multi-threaded dan dapat menggunakan sebanyak 8 prosesor dalam mesin yang sama pada waktu yang sama ketika merender gambar.
Programer dapat mengembangkan kemampuan LightWave dengan menggunakan SDK yang telah termasuk dan juga menggunakan bahasa "scripting" khusus disebut LScript. SDK ini berdasarkan bahasa C dan hampir semuanya dapat diciptakan, dari sebuah shader sendiri sampai ke pengekspor format pandangan yang berbeda. LightWave juga termasuk selusin plugin gratis dan banyak lagi lainnya yang dapat diperoleh dari beberapa pengembang yang berbeda di seluruh dunia.

 Berikut ini adalah gambaran dari Light Wave 3D dalam membuat suatu objek :

Pembuatan suatu kota secara detail dengan Light Wave 3D

Penggambaran suatu objek dengan menggunbakan Light Wave 3D

Pembuatan objek mobil dan simulasi penggunaannya

LightWave 3D menggabungkan penyaji mutakhir dengan pemodelan intuitif dan alat animasi yang hebat. Alat yang mungkin memerlukan biaya tambahan untuk aplikasi 3D profesional lainnya adalah bagian dari paket produk, termasuk 999 node penyeberangan cross-platform gratis, dukungan untuk sistem operasi Windows dan Mac UB 64 dan 32-bit, dukungan teknis gratis dan lainnya. LightWave dinikmati di seluruh dunia, sebagai solusi produksi 3D yang lengkap untuk efek visual film dan televisi, desain siaran, grafis cetak, visualisasi, pengembangan game, dan Web.
LightWave cocok digunakan untuk  jaringan pipa multi-perangkat lunak besar dengan alat pertukarannya yang kuat termasuk FBX, ZBrush GoZ, Collada, Unity Game Engine Support, dan Autodesk Geometry Cache. Tidak seperti paket perangkat lunak lainnya, LightWave menawarkan kepada para seniman dan studio sebuah solusi end-to-end yang lengkap. Pemodelan permukaan poligon dan subdivisi yang kuat, unik, tekstur berlapis dan nodal yang saling dipertukarkan, bersama dengan shader bahan simpul berdedikasi tinggi. Alat animasi dan rigging yang hebat. Sistem efek volumetrik dan dinamis yang menimbulkan efek mata.

Beberapa fitur dari LightWave 3D :
  • Fur dan Hair dengan Sasquatch lite.
  • Soft Body simulation.
  • Hard Body simulation.
  • Non Linear Animation.
  • Built in Radiosity dan caustics.
  • Unlimited render node dengan kualitas renderer salah satu terbaik di dunia.
Kelebihan software LightWave 3D diantaranya memiliki dua software, jenis modeler untuk pembuatan modelling dan jenis layout untuk rendering maupun pembuatan animasi sehingga pengguna dapat memilih jenis mana yang ingin digunakan. Lightwave juga memiliki sistem skematik yang digunakan untuk membuat sketsa dan pengorganisasian sehingga mempermudah proses animasi, dan memiliki integrasi dengan Unity. Sementara itu kekurangan dari program LightWave adalah tidak memiliki fasilitas snapshoot UV sehingga untuk pengambilan gambar harus dilakukan manual, adanya kesulitan dalam pembuatan UV-Map dan pada jenis modeler, tidak memiliki anak panah pivot sehingga mempersulit dalam pengeditan model.


Referensi
https://www.lightwave3d.com/overview/
https://id.wikipedia.org/wiki/LightWave
http://adityaakbr.blogspot.co.id/2015/01/mengenal-lebih-dekat-dengan-software.html

Minggu, 22 Oktober 2017

Wujud Kebudayaan Indonesia

Wujud Kebudayaan Daerah di Indonesia
     Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Hal ini meliputi beberapa aspek berikut:

1. Upacara Adat
     Upacara adat merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun yang dilaksanakan secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu rangkaian aktivitas permohonan sebagai ungkapan rasa terima kasih. Selain itu, upacara adat merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal, bernilai sakral, suci, religius, dilakukan secara turun-temurun serta menjadi kekayaan kebudayaan nasional.
    Unsur-unsur dalam upacara adat meliputi: tempat upacara, waktu pelaksanaan, benda-benda/peralatan dan pelaku upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.
Jenis-jenis upacara adat di Indonesia antara lain: Upacara kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan, pemujaan, pengukuhan kepala suku dan sebagainya.

 

2. Tarian
     Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.
     Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangasawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.

3. Lagu
     Lagu daerah atau musik daerah atau lagu kedaerahan, adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi alias noname.
     Lagu kedaerahan mirip dengan lagu kebangsaan, namun statusnya hanya bersifat kedaerahan saja. Lagu kedaerahan biasanya memiliki lirik sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing seperti Manuk Dadali dari Jawa Barat dan Rasa Sayange dari Maluku.
     Selain lagu daerah, Indonesia juga memiliki beberapa lagu nasional atau lagu patriotik yang dijadikan sebagai lagu penyemangat bagi para pejuang pada masa perang kemerdekaan.
     Perbedaan antara lagu kebangsaan dengan lagu patriotik adalah bahwa lagu kebangsaan ditetapkan secara resmi menjadi simbol suatu bangsa. Selain itu, lagu kebangsaan biasanya merupakan satu-satunya lagu resmi suatu negara atau daerah yang menjadi ciri khasnya. Lagu Kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman.  
4. Musik
     Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit dan berbeda-beda, seperti alat musik petik sasando dari Pulau Rote, angklung dari Jawa Barat, dan musik orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali

     Musik di Indonesia sangat beragam dikarenakan oleh suku-suku di Indonesia yang bermacam-macam, sehingga boleh dikatakan seluruh 17.508 pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri. Indonesia memiliki ribuan jenis musik, kadang-kadang diikuti dengan tarian dan pentas. Musik Tradisional yang paling banyak digemari adalah gamelan, angklung dan keroncong, sementara musik modern adalah pop dan dangdut.

Kebudayaan Nasional

Kebudayaan Nasional
     Kebudayaan Nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni: "Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K, 199".
     Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh  Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
     Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru.
     Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

     Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

Pentingnya Melestarikan Kebudayaan

Pentingnya Melestarikan Kebudayaan
     Pemuda lebih mencintai budaya asing atau budaya luar yang tak selalu memnberikan dampak positif. Seperti gaya pakaian, lagu-Lagu, dan tingkah laku yang sangat berbeda jauh dengan ciri khas bangsa indonesia dengan demikian bangsa indonesia semakin kehilangan identitasnya.
     Klaim budaya yang terjadi pada saat ini oleh negara lain itu sebenarnya karena ulah kita sendiri yang sudah jarang melestarikan budaya tersebut, sehingga bangsa lain langsung meng-klaim budaya tersebut, para pemuda indonesia kurang paham dengan sejarah dan asal muasal budaya nya
     Kebudayaan harus dilestarikan sehingga kebudayan yang kita miliki terus berkembang karena kebudayaan adalah aset suatu negara yang sangat penting, anak cucu sebagai penerus kebudayaan harus belajar mencintai kebudayaan sehingga kebudayan tersebut tetap tumbuh dan ada ditengah – tengah masyarakat Indonesia.
     Masayarakat Indonesia harus menyadari pentingnya menjaga kebudayaan Indonesia memulai dari memakai produk – produk dalam negeri, belajar tarian – tarian tradisonal yang ada di Indonesia, mengenal lagu – lagu daerah , lebih memilih pemainan tradisional dari pada playstation. Mungkin memang susah memulainya tetapi mulai dari hal kecil maka kecintaan kita terhadap tanah air dan kebudayaan bangsa Indonesia akan tumbuh  karena kebudayan itu tidak muncul sendiri tapi kebudayaan ada karena diwariskan dari generasi ke generasi dan sebagai generasi kebudayaan masyarakat Indonesia harus melestarikan kebudayaannya sehingga negara tersebut dapat diakui oleh negara lain dan kebudayaan Indonesia tidak diklaim oleh negara lain, karena tidak mudah untuk melestarikan kebudayaan yang ada sampai sekarang , manusia dan kebudayaan yang diciptakannya harus terus hidup berdampingan satu dengan yang lain begitu juga bangsa Indonesia harus terus melestarikan kebudayaan yang dimilikinya.        
      Kebudayaan bangsa Indonesia sangat beragam dan harus dilestarikan sehingga kebudayaan tersebut akan selalu ada dan bisa diketahui oleh penerus – penerusnya , karena jika tidak dilestarikan kebudayaan bangsa Indonesia tidak hanya diklaim tapi akan hilang dan digantikan oleh kebudayaan – kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia. Karena diera globalisai dan teknologi yang semakin maju ini akan menghilangkan budaya asli Indonesia sendiri.
     Tetapi teknologi juga bisa menjadi saran pemanfaatan untuk melestarikan kebudayaan misalnya jejaringan sosial facebook, twitter dan lain – lain untuk memperkenalkan kebudayaan bangsa dan itu merupakan suatu kebanggan yang harus dimilki oleh setiap masyarakat Indonesia sendiri.

Upaya – Upaya Pelestarian Kebudayaan Asli Bangsa Indonesia
     Bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa dan unsur kebudayaan yang semua sebagaimana tersirat dalam Bhineka Tunggal Ika yang artinya “ walaupun berbeda – beda tetap satu jua “
     Kebudayaan lama atau yang sering disebut kebudayaan asli bangsa indonesia dimana kebudayaan ini belum terjamah oleh kebudayaan asing merupakan suatu harus  tetap kita pertahankan karena ini meryupakan suatu kebanggaan atau kekayaan bangsa kita, oleh karena itu supay kebudayaan – kebudayaan asli bangsa indonesia ini tetap ada marilah kita jaga bersama, adapun cara memelihara kebudayaan asli bangsa indonesia adalah sebagai berikut :

1. Melalui Media Massa
     Media massa mempunyai tugas dan kewajiban–selain menjadi sarana dan prasarana komunikasi–untuk mengakomodasi segala jenis isi dunia dan peristiwa-peristiwa di dunia ini melalui pemberitaan atau publikasinya dalam aneka wujud (berita, artikel, laporan penelitian, dan lain sebagainya)–dari yang kurang menarik sampai yang sangat menarik, dari yang tidak menyenangkan sampai yang sangat menyenangkan – tanpa ada batasan kurun waktu.
     Oleh karenanya, dalam komunikasi melalui media massa, media massa dan manusia mempunyai hubungan saling ketergantungan dan saling membutuhkan karena masing-masing saling mempunyai kepentingan, masing-masing saling memerlukan. Media massa membutuhkan berita dan informasi untuk publikasinya baik untuk kepentingan media itu sendiri maupun untuk kepentingan orang atau institusi lainnya; di lain pihak, manusia membutuhkan adanya pemberitaan, publikasi untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
     Televisi sebagai media publik mempunyai daya tarik yang kuat tidak perlu dijelaskan lagi, kalau radio mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan unsur-unsur kata-kata, musik dan sound effect, maka televisi selain ketiga unsur tersebut, juga memiliki unsur visual berupa gambar. Dan gambar ini bukan gambar mati, melainkan gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. Daya tarik ini selain melebihi radio, juga melebihi film bioskop, sebab segalanya dapat dinikmati di rumah dengan aman dan nyaman, sedang televisi itu selain menyajikan film juga programa yang lain seperti seni tradisional. Sesuai fungsinya, media massa (termasuk televisi), selain menghibur, ada tiga fungsi lainnya yang cukup penting. Harold Laswell dan Charles Wright (1959) membagi menjadi empat fungsi media (tiga dicetuskan oleh Laswell dan yang ke empat oleh Wright). Keempat fungsi media tersebut adalah:
- Pengawasan (Surveillance)
- Korelasi (Correlation)
- Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage)
- Hiburan (Entertainment)

2. Pementasan – Pementasan
walau tidak mudah upaya-upaya pelestarian budaya kita harus tetap gencar dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pementasan-pementasan seni budaya tradisional di berbagai pusat kebudayaan atau tempat umum yang dilakukan secara berkesinambungan. Upaya pelestarian itu akan berjalan sukses apabila didukung oleh berbagai pihak termasuk pemerintah dan adanya sosialisasi luas dari media massa termasuk televisi. Maka cepat atau lambat, budaya tradisional kembali akan bergairah

3. Melibatkan Peran Pemerintah
     Mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja .
     Dan tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli negara kita tidak diklaim oleh negara lain.

4.  Menyelenggarakan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Dengan adanya Sekolah Selenggarakan Mata Pelajaran Muatan dan ekstrakurikuler wajib berbasis pelestarian seni budaya setempat,  dapat menimbulkan rasa cinta dan bangga memiliki kebudayaan tersebut, dengan demikian para genarasi muda dapat mengetahui kebudayaan – kebudayaan yang ada di Indonesia.

Pesta dalam Upacara Kematian Suku Batak Toba

Tradisi “Pesta” dalam Upacara Kematian Suku Batak Toba ( Mate Saur Matua )      
     Ketika seseorang masyarakat Batak mati saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat sesegera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari unsur-unsur dalihan natolu. Dalihan natolu adalah sistem hubungan sosial masyarakat Batak, terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yaitu : pihak hula-hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yaitu : teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah).
     Martonggo raja dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka, pada sore hari sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai pendengar dalam rapat (biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan  upacara). Rapat membahas penentuan waktu pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan, dan keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing-masing. Keperluan teknis menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang menghadiri upacara, dsb.
     Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan. Idealnya diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mati saur matua dan pihak hula-hula (saudara laki-laki dari pihak isteri) telah hadir. Namun karena telah banyak masyarakat Batak merantau, sering terpaksa berhari-hari menunda pelaksanaan upacara (sebelum dikuburkan), demi menunggu kedatangan anak-anaknya yang telah berdomisili jauh.
     Hal seperti itu dalam martonggo raja dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan kapan pelaksanaan puncak upacara saur matua sebelum dikuburkan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, dapat dibarengi dengan acara non adat yaitu menerima kedatangan para pelayat (seperti masyarakat non-Batak).        
     Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan terbuka yang cukup luas (idealnya di halaman rumah duka).


     Jenazah yang telah dimasukkan ke dalam peti mati diletakkan di tengah-tengah seluruh anak dan cucu, dengan posisi peti bagian kaki mengarah ke pintu keluar rumah. Di sebelah kanan peti jenazah adalah anak-anak lelaki dengan para istri dan anaknya masing-masing, dan di sebelah kiri adalah anak-anak perempuan dengan para suami dan anaknya masing-masing.
     Di sinilah dimulai rangkaian upacara saur matua. Ketika seluruh pelayat dari kalangan masyarakat adat telah datang (idealnya sebelum jamuan makan siang). Jamuan makan merupakan kesempatan pihak penyelenggara upacara menyediakan hidangan kepada para pelayat berupa nasi dengan lauk berupa hewan kurban yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh para parhobas (orang-orang yang ditugaskan memasak segala makanan selama pesta).
     Setelah jamuan makan, dilakukan ritual pembagian jambar (hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama). Jambar terdiri dari empat jenis berupa : juhut (daging), hepeng (uang), tor-tor (tari), dan hata (berbicara) (Marbun&Hutapea,1987:66–67). Masing-masing pihak dari dalihan natolu mendapatkan hak dari jambar sesuai ketentuan adat. Pembagian jambar hepeng tidak wajib, karena pembagian jambar juhut dianggap menggantikan jambar hepeng. Namun bagi keluarga status sosial terpandang, jambar hepeng biasanya ada.
      Selepas ritus pembagian jambar juhut, dilanjutkan ritual pelaksanaan jambar hata berupa kesempatan masing-masing pihak memberikan kata penghiburan kepada anak-anak orang yang meninggal saur matua (pihak hasuhuton). Urutan kata dimulai dari hula-hula, dilanjutkan dengan dongan sahuta, kemudian boru / bere, dan terakhir dongan sabutuha. Setiap pergantian kata penghiburan, diselingi ritual jambar tor-tor, yaitu ritus manortor (menarikan tarian tor-tor).
     Tor-tor adalah tarian tradisional khas Batak. Tarian tor-tor biasanya diiringi musik dari gondang sabangunan (alat musik tradisional khas Batak). Gondang sabangunan adalah orkes musik tradisional Batak, terdiri dari seperangkat instrumen yakni : 4 ogung, 1 hesek , 5 taganing, 1 odap, 1 gondang, 1 sarune.
     Setelah jambar tor-tor dari semua pelayat selesai, selanjutnya adalah kata-kata ungkapan sebagai balasan pihak hasuhuton kepada masing-masing pihak yang memberikan jambar hata dan jambar tor-tor tadi.


     Selanjutnya, salah seorang suhut mengucapkan jambar hata balasan (mangampu) sekaligus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya upacara. Setiap peralihan mangampu dari satu pihak ke pihak lain, diselingi ritus manortor. Manortor dilakukan dengan sambil menghampiri dari tiap pihak yang telah menghadiri upacara tersebut, sebagai tanda penghormatan sekaligus meminta doa restu.
     Setelah semua ritus tersebut selesai dilaksanakan, upacara adat diakhiri dengan menyerahkan ritual terakhir (acara penguburan berupa ibadah singkat). Ibadah bisa dilakukan di tempat itu juga, atau ketika jenazah sampai di lokasi perkuburan. Hal ini menyesuaikan kondisi, namun prinsipnya sama saja. Maka sebelum peti dimasukkan ke dalam lobang tanah (yang sudah digali sebelumnya), ibadah singkat dilaksanakan (berdoa), barulah jenazah yang sudah di dalam peti yang tertutup dikuburkan.
     Sepulang dari pekuburan, dilakukan ritual adat ungkap hombung. Adat ungkap hombung adalah ritus memberikan sebagian harta yang ditinggalkan si mendiang (berbagi harta warisan) untuk diberikan kepada pihak hula-hula. Namun mengenai adat ungkap hombung ini, telah memiliki variasi pengertian pada masa kini. Idealnya tanpa diingatkan oleh pihak hula-hula, ungkap hombung dapat dibicarakan atau beberapa hari sesudahnya. Apapun yang akan diberikan untuk ungkap hombung, keluarga yang kematian orang tua yang tergolong saur matua hendaklah membawa rasa senang pada pihak hula-hula.

     Ini adalah bagian dari ritual kematian adat Batak, khususnya Batak Toba. Memang unik. Kematian yang seharusnya dengan air mata akan penuh dengan canda tawa dan riuhnya pesta pakai musik, layaknya pesta pernikahan, hanya jika mendiang meninggal dalam status SAUR MATUA tadi. Ya, ini memang adatnya, kita tidak mungkin  menolak ataupun menentangnya. Tetapi banggalah memiliki budaya seperti ini, penuh ciri khas  yang tidak ada di negara lain di dunia ini.

Ilustrasi Prosesi Adat Pemakaman Jenazah dalam Suku Batak

Ilustrasi  dan Kronologi Prosesi Adat Dan Pemakaman Jenazah
     Namun sebelum perlakuan terhadap hula-hula tersebut dilakukan terlebih dahulu ada rapat  (pangarapotan) mengenai waktu dan adat semestinya (partuatna) oleh keluarga dan kerabat yang meninggal sesuai marganya (hasuhutan) untuk meminta kelayakan  prosesi berdasarkan status yang meninggal kepada masyarakat adat setempat (dongan sahuta).
     Kesepakatan ini lalu akan berlanjut pada proses Tonggo Raja atau Ria Raja, di mana berdasarkan hasil rapat keluarga sebelumnya sudah jelas rencana prosesi yang diinginkan, akan mengundang tulang (saudara ibu dari pihak laki-laki), tulang rorobot (saudara ibu dari pihak perempuan), bona tulang (saudara nenek dari pihak laki-laki), bona ni ari (saudara ibu dari kakek pihak laki-laki) dan seterusnya ke atas (bila memungkinkan tergantung status umur maupun keturunan yang meninggal), hula-hula (saudara dari pihak istri), hula-hula na marhamaranggi (saudara dari ipar perempuan) dan hula-hula na poso (saudara dari menantu perempuan/parumaen).
     Tujuan dari Tonggo Raja atau Ria Raja ini adalah memohon kepada tulang dan hula-hula tersebut agar bersedia kiranya untuk menutupkan ulos saput pada jenazah dan memberikan ulos kepada keluarga yang ditinggalkan. Pada saat memohon ini juga dilakukan pembagian jambar (hak atas statusnya dalam Dalihan Na Tolu di acara tersebut) sebagai syarat permohonan yang telah disetujui. Bila yang meninggal adalah laki-laki, yang menutupkan ulos ke jenazah adalah saudara atau marga pihak ibu dari orang yang meninggal (tulang dari laki-laki meninggal tersebut). Bila yang meninggal adalah perempuan, yang menutupkan ulos adalah saudara atau marga dari perempuan tersebut (hula-hulanya atau ibotonya, tulang dari anak-anaknya).
     Bila telah sepakat, maka prosesi menjelang pemakaman akan berlanjut di halaman tempat peti jenazah di letakkan. Kesepakatan di Tonggo Raja atau Ria Raja tersebut direalisasikan diiringi dengan musik atau gondang (sesuai permintaan dan kesepakatan di pangarapoton) seiring dengan pemberian ulos oleh tulang dan hula-hula kepada kelurga yang ditinggalkan (pemberian ini telah dicatat urutannya).
     Sebagai ganti pemberian tersebut pihak keluarga yang diulosi akan membalasnya dalam bentuk piso-piso/pasituak na tonggi sebagai tanda terima kasih dan selamat jalan kepada pemberi ulos. Perlu dicatat pula, bahwa agama juga memiliki peranan dalam prosesi ini. Bila dia seorang Kristen, pada saat penutupan peti jenazah dan memasukkan ke liang lahat, prosesi dipimpin oleh pemuka gereja (pendeta).

     Hal yang perlu diperhatikan adalah, ketika malam sebelumnya di Tonggo Raja saat pembagian jambar, jambar yang diserahkan sesuai kedudukannya harus demikian pula jambar yang diserahkan ketika prosesi adat di halaman menjelang pemakamannya esok harinya.

Adat Upacara Kematian dan Fungsi Ulos Dalam Budaya Batak

Adat Upacara Kematian Dan Fungsi Ulos Dalam Budaya Batak
     Adat upacara kematian dan fungsi ulos dalam budaya Batak memiliki peranan penting dan saling berkaitan erat. Ulos merupakan simbol budaya Batak, dan setiap adat pernikahan maupun kematian melibatkan ulos dalam prosesinya. Ulos diberikan oleh tulang (kerabat dari ibu) atau hula-hula (kerabat dari istri), dan biasanya dalam melakukannya selalu dimulai dengan musyawarah terlebih dahulu. Pada artikel Kematian Dan Adat Tradisinya Dalam Budaya Batak telah disebutkan mengenai beberapa istilah, jenis kematian dan prosesi adatnya. Kali ini Media Budaya mencoba mengangkat kembali tema yang sama namun lebih kepada peranan ulos, kronologi dan fungsi Dalihan Na Tolu di dalamnya.
     Adat upacara pemakaman dalam budaya Batak memberlakukan pemberian ulos dengan prosesi dan kronologi yang lebih rumit dan lengkap untuk melibatkan tulang/hula-hula, dongan tubu dan boru (fungsi dalihan na tolu) bila terjadi kematian pada orang yang sudah berumah tangga atau berkeluarga. Untuk menentukan siapa saja yang berhak memberikan ulos kepada yang meninggal dan kepada keturunan yang ditinggalkan haruslah melalui musyawarah (pangarapoton) atau rapat untuk membahas status meninggal orang tersebut dan prosesi apa yang tepat (partuatna) agar jenazah bisa dikuburkan semestinya.

     Pangarapotan, adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang statusnya telah memiliki keturunan yang telah berumah tanggasebelum acara besarnya dan penguburannya atau di halaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta tumpak (bantuan) secara resmi dari keluarga yang tergabung dalam Dalihan Natolu disebut Tumpak di Alaman.


     Partuatna, yaitu hari yang dianggap menyelesaikan Adat kepada seluruh halayat Dalihan Natolu yang mempunyai hubungan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan ini pula Suhut akan memberikan Piso-piso/situak Natonggi kepada kelompok Hula-hula/Tulang yang mana memberikan Ulos tersebut diatas kepada yang meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda kasihnya.. Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya, setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk seterusnya dikuburkan.

Kematian Dalam Suku Batak Toba

Kematian Dalam Suku Batak Toba
     Kematian dan adat tradisinya dalam budaya Batak memiliki perlakuan atau upacara serta adat yang berbeda-beda. Setiap orang yang mati dengan umur dan status dari orang yang mati tersebut, akan saling berbeda satu sama lain prosesinya. Media Budaya mencoba menggali informasi sebagai referensi lebih jauh sebagai pengaya terhadap budaya Batak, kali ini mengenai jenis-jenis mati dan prosesinya dalam tradisi Batak.

     Kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara “hidup” dan “mati”, yang menjadi paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini (Sumardjo,2002:107). Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia.

     Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, terangkum dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasar usia dan status si mati.  Beberapa nama atau istilah mati dalam tradisi Batak berikut prosesinya antara lain yaitu :

A. Mate Di Bortian
     Mate Di Bortian berarti meninggal pada saat masih dalam kandungan. Tradisi atau prosesi adat kematian belum berlaku karena langsung dikubur tanpa peti mati.

B. Mate Poso-poso
     Mate poso-poso berarti meninggal saat masih bayi. Tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi selembar ulos (kain tenunan khas Batak) yang diberikan oleh orang tuanya.

C. Mate Dakdanak
     Mate dakdanak berarti meninggal saat masih kanak-kanak. Tradisi atau prosesi adat kematian yaitu jenazah ditutupi oleh ulos (kain tenunan khas Batak) yang dilakukan oleh tulang(paman/saudara laki-laki dari ibu).
D. Mate Bulung
     Mate bulung berarti meninggal pada saat remaja atau menjelang dewasa. Tradisi atau prosesi adat kematian sama dengan mate dakdanak, yaitu jenazah ditutupi ulos dari tulang.

E. Mate Ponggol
     Mate ponggol berarti meninggal pada saat berusia dewasa namun belum menikah. Tradisi atau prosesi adat kematian sama dengan mate dakdanak dan mate bulung, yaitu jenazah ditutupi ulos oleh tulang.


     Tingkatan prosesi kematian di atas adalah bagi jenazah yang belum berumah tangga. Berikut ini adalah tingkatan tradisi prosesi kematian bagi yang telah berumah tangga atau telah memiliki keturunan :

A. Mate Di Paralang-alangan atau Mate Punu
     Mate Di Paralang-alangan atau Mate Punu berarti meninggal pada saat sudah berumah tangga (sudah menikah) namun belum memiliki keturunan.

B. Mate Mangkar
     Mate mangkar berarti meninggal pada saat sudah menikah (berumah tangga) dan meninggalkan beberapa orang anak yang masih kecil-kecil.

C. Mate Hatungganeon
     Mate Hatungganeon berarti meninggal dan sudah memiliki anak-anak, beberapa di antara anaknya sudah ada yang menikah namun belum memiliki cucu.

     Mate Di Paralang-alangan, Mate Mangkar dan Mate Hatungganeon prosesi adatnya lebih sarat dibandingkan dengan 5 tingkatan kematian sebelumnya, namun sudah memberlakukan peranan dalihan na tolu di dalamnya. Biasanya hanya berupa kebaktian atau seremonial tanpa ada unsur musik atau gondang.

A. Mate Sari Matua
     Mate Sari Matua berarti meninggal dengan meninggalkan anak-anaknya dan sudah pula bercucu, namun ada di antara anak-anaknya tersebut yang belum menikah.     Prosesi adat Mate Sari Matua biasanya telah melibatkan unsur musik atau gondang di dalamnya, dan dalam pengerjaannya memberlakukan urutan panggilan tulang atau hula-hula ke tingkatan yang lebih tinggi (biasanya pada tingkatan marga tulang dari nenek (marga dari saudara laki-laki nenek) dalam hal pemberian ulos kepada keturunan yang ditinggalkan pada saat manortor di depan peti jenazah yang masih terbuka.
     Orang yang meninggal pada saat anaknya sudah dewasa dan sebahagian sudah menikah, atau sudah semua menikah tetapi belum selesai dalam adat. Adat pada situasi seperti ini sangat rumit apabila hula-hula anaknya yang belum selesai dalam adat menuntut adat putrinya. Karena pada perinsipnya adat kematian merupakan adat terakhir dalam sejarah kehidupan seseorang dan adat dari anaknya, kepada hula-hula parumaennya, merupakan tanggung jawab dari orangtuanya yang sudah meninggal.
     Pada pelaksanaan adat seperti inilah seorang raja adat harus hati-hati mengajukan konsep ulaon adat kematian. Pada saat seperti ini pembicaraan biasanya agak alot, terutama apabila konsep adat yang diutarakan adat na gok karena melihat semua anaknya sudah berkeluarga. Bagi salah satu orang tua yang hidup, masih dikenakan Tujung.
     Ada sebagian orang yang meningkatkan adat yang meninggal seperti ini dengan adat nagok, dengan ulos kepada yang menduda atau menjanda “Sappe Tua”. Hati-hati peningkatan adat seperti ini. Terutama anaknya yang belun menikah adalah laki-laki. Artinya, yang diberi ulos sappe tua, tidak boleh lagi menerima dan member ulos passamot. Karena dianggap sudah selesai hak dan kewajiban adatnya.
     Jadi kita sebagai generasi muda orang Batak agar selektip di dalam perlakuan adat.
Ironisnya usulan seperti ini, datangnya dari orang yang sudah lanjut usia dengan alasan supaya “jaga ulaon I”(adatnya supaya bermakna), bukas soal jagar. Tetapi rule, hukumnya atau kepatutannya. Sebagai hula-hula, kalau ternyata anaknya yang meninggal, kawin sama boru tulangnya, yang memberikan “ulos Sappe Tua” tadi.
     Pantas kah tulangnya tidak memberi ulos passamot? Atau sebaliknya, pantas kah tulangnya sebagai hula-hula memberikan ulos passamot? Jadi Raja adat dan hula-hula, hendaknya memikirkan anaknya yang meninggal. Kalau raja adat, dan hula-hula, tidak atau tidak terpikirkan sampai kesitu, maka jadilah Raja Adat “si mata hepengon”, Hula-hula oleh berenya, menjadi “tulang sattabi hita on” Maka “moral” raja dan hula-hula menjadi tanda Tanya.

B. Mate Saur Matua
     Mate Saur Matua berarti meninggal dalam keadaan anak-anaknya sudah menikah semua dan sudah memiliki anak (cucu dari orang yang meninggal tersebut).

C. Mate Saur Matua Bulung
     Mate Saur Matua Bulung berarti meninggal dengan meninggalkan anak-anaknya yang telah menikah dan memiliki cucu, bahkan cucunya sudah pula berketurunan (cicit dari orang yang meninggal tersebut)

     Dalam budaya Batak, Mate Saur Matua dan Mate Saur Matua Bulung merupakan tingkatan prosesi atau upacara adat yang tertinggi. Hal ini disebabkan dengan asumsi bahwa orang yang meninggal tersebut berstatus tidak memiliki tanggungan lagi. Tingkatan marga tulang atau hula-hula biasanya telah mencapai tingkatan marga tulang atau saudara laki-laki ibu dari kakek orang yang meninggal tersebut (bona ni ari).

     Sebagai informasi untuk mengilustrasikan tingkatan-tingkatan tersebut, yang disebut atau dipanggil untuk memberikan ulos kepada keturunan dari yang meninggal tersebut adalah urutan tulang atau hula-hula si laki-laki. Jadi ketika peranan hula-hula dan tulang sudah berlaku pada Sari Matua, Saur Matua dan Saur Matua Bulung, meskipun yang meninggal adalah si perempuan meskipun suaminya masih hidup maupun sudah mati, pada saat manortor atau ketika bunyi musik sudah terdengar sebagai prosesi pemberian ulos (mangulosi) tetaplah dari urutan tulang atau hula-hula si laki-laki (naik ke atas) sedangkan urutan tertinggi dari si perempuan adalah tulang (marga saudara laki-laki ibunya).